rdfs:comment
| - Kue satu (in West Java and Jakarta) or kue koya (in Central and East Java) is a popular traditional kue kering (dry traditional cookie) made of sweet white-colored mung bean powder that crumbles when bitten. It is commonly found as a traditional cookie in Indonesia, especially in Java. In Indonesia, this cookie is often served during festive occasions, such as Lebaran (Eid al Fitr), Natal (Christmas), and Imlek (Chinese new year). It is believed that the cookies were derived from Chinese Peranakan traditional cookies or dry kue. (en)
- Kue satu (di Jawa Barat, Banten, dan Jakarta) atau kue koya (di Jawa Tengah dan Jawa Timur) adalah sebuah kue kering tradisional berwarna putih yang bertekstur renyah dan sedikit keras. Makanan ini populer di Indonesia namun asal-usulnya tidak diketahui secara pasti. Kue satu terbuat dari kacang hijau tanpa kulit dan gula. Warna putih terjadi setelah kacang hijau dijemur atau dioven. Makanan ini umumnya dikenal sebagai kue tradisional di Indonesia, khususnya di pulau Jawa. Di Indonesia, kue tersebut biasanya disajikan pada hari-hari raya, seperti Lebaran, Natal, dan Imlek. (in)
|
has abstract
| - Kue satu (in West Java and Jakarta) or kue koya (in Central and East Java) is a popular traditional kue kering (dry traditional cookie) made of sweet white-colored mung bean powder that crumbles when bitten. It is commonly found as a traditional cookie in Indonesia, especially in Java. In Indonesia, this cookie is often served during festive occasions, such as Lebaran (Eid al Fitr), Natal (Christmas), and Imlek (Chinese new year). It is believed that the cookies were derived from Chinese Peranakan traditional cookies or dry kue. (en)
- Kue satu (di Jawa Barat, Banten, dan Jakarta) atau kue koya (di Jawa Tengah dan Jawa Timur) adalah sebuah kue kering tradisional berwarna putih yang bertekstur renyah dan sedikit keras. Makanan ini populer di Indonesia namun asal-usulnya tidak diketahui secara pasti. Kue satu terbuat dari kacang hijau tanpa kulit dan gula. Warna putih terjadi setelah kacang hijau dijemur atau dioven. Makanan ini umumnya dikenal sebagai kue tradisional di Indonesia, khususnya di pulau Jawa. Di Indonesia, kue tersebut biasanya disajikan pada hari-hari raya, seperti Lebaran, Natal, dan Imlek. Kue tersebut diyakini berasal dari koleksi kuliner Tionghoa-Indonesia. Kata "sa" dan "tu" (沙豆, sha tou) dalam bahasa Tionghoa berarti "tepung" dan "kacang". Kata kiri menerangkan kata kanan. Kata kanan berperan utama. Jadi, kue "tepung kacang", berarti kue kacang berbentuk tepung. Disebut demikian karena bahan utamanya adalah kacang, yaitu kacang hijau, dalam bentuk tepung yang telah dipadatkan. Bisa dibandingkan dengan tausa (kacang tepung), yaitu adonan (pasta) tepung untuk mengisi kue-kue lain (bakpao, kue pia, dll.) yang terbuat dari kacang, yang juga populer di Indonesia. Pada tausa, warna hitam pasta kacang hijau bisa terjadi dengan penambahan tawas yang dapat dikonsumsi. Kue satu populer karena rasanya yang enak, lumer di mulut, awet disimpan lama meski tanpa pengawet buatan, tanpa bahan kimia, kandungan gizi yang baik, dan kaya serat. Ada juga yang menambahkan vanili sebagai pengharum. Vanili awalnya dari tumbuhan, baru belakangan muncul vanili sintetik dari bahan kimia. Penambahan vanili bisa diketahui dari aromanya. Biasanya vanili jarang digunakan, karena akan menambah biaya produksi kue ini. Produksi kue satu biasanya dikerjakan oleh keluarga sederhana di daerah pinggir kota atau pedesaan, dengan tenaga kerja yang melibatkan anggota keluarga dari nenek, ibu, sampai cucunya. Alat kerja utamanya adalah cetakan dari kayu. Kacang hijau dipilih, dicuci, disangrai, dan ditampi secara manual. Lalu ditumbuk menjadi tepung, memakai lumpang dan alu batu, dan ditambahkan gula. Dicetak dengan cara dipadatkan ke cetakan kayu, di atas meja kayu. Dipanaskan dengan dijemur terik matahari, memakai tampah. Bagi yang mampu, dilanjutkan dengan panas kompor, memakai kotak kaleng atau aluminium. Dikemas dengan kertas kopi atau kertas minyak. Belakangan, banyak yang dari plastik bening ukuran kecil. Hasil penjualannya untuk membiayai kelangsungan hidup keluarga. Itu dilakukan turun temurun bergenerasi-generasi. Dalam perkembangan zaman, makin banyak orang yang ikut membuatnya, termasuk industri skala kecil-menengah yang memakai kemasan yang lebih menarik perhatian calon pembeli. (in)
|